Tuesday, August 3, 2010

Resume Kajian Perdana, Worldview Studi Komparatif Islam dan Barat bag. 1

Bismillahirrahmanirrahiem..

Nurdin Sarim, pemakalah sore itu menyampaikan presentasi dengan lugas dan tegas. Khas pembawaannya yang dingin namun berisi. Memakai sebagian aula IKPM, para peserta kajian menyimak presentasi Nurdin dengan antusias. Tema yang dibawakan kali itu adalah tentang Worldview pemikiran Islam dan Barat. Adapun Nurdin sendiri mendapuk makalahnya dengan judul “Worldview, Studi Komparatif Islam dan Barat”.


Kajian perdana Nun Centre sore itu diadakan di sekretariat IKPM. Di kawasan Bawwabah Hay Asyir, Nasr City Cairo. Kajiannya sendiri dilaksanakan sejak pukul 19.00 dan berakhir pukul 23.30 malam. Lembaga yang baru dibentuk dua minggu yang lalu ini, mencoba menggeliat di tengah menjamurnya lembaga kajian di Masisir (Mahasiswa Indonesia di Mesir). Namun ada beberapa karakteristik yang berbeda dalam lembaga kajian ini. Salah satu diantaranya adalah sistem kajian berjenjang.

Sistem berjenjang ini mengadopsi sistem Program Kaderisasi Ulama yang sudah berjalan sebelumnya di ISID Darussalam Gontor. Yaitu sebuah kajian berlevel, dimulai dari jenjang level 1 hingga level 4. Tiap levelnya sendiri ditempuh dalam waktu 1 semester. Sehingga diharapkan, ketika selesai level 4 nantinya, peserta kajian sudah memiliki keilmuan yang cukup. Khususnya terkait kajian pemikiran dan peradaban Islam.

Kembali pada jalannya kajian sore kemarin. Nurdin mengawali presentasinya kali itu dengan sebuah keprihatinan. Rasa prihatin dan galau atas kemunduran umat Islam. Suatu hal yang sangat layak kita pertanyakan kepada umat ini, yang notabenenya kita tahu, bahwa Islam adalah solusi dan jalan terbaik bagi hidup manusia. Namun realita apa yang terjadi? Ternyata bahkan kelompok manusia yang ‘dianggap’ paling sering menderita, berada di bawah, terhina, dan terkucilkan, adalah umat ini.

Nurdin mencoba mengurai benang merah ini. Ia melihat, bahwa kemunduran umat ini adalah buah dari kerusakan ilmu yang menggerogoti umat. Tanpa ilmu yang benar, umat seperti sedang berjalan dalam kegelapan. Bukan hanya rasa takut akan tersandung batu dan jatuh, bahkan sangat mungkin ia akan dijerumuskan ke dalam parit oleh orang lain. Umat ditemani ilmu yang terkontaminasi, adalah jalan menuju hancurnya sebuah peradaban.

Akan tetapi toh ternyata, ilmu itu sendiri bukan sebab utama. Nurdin kemudian menegaskan, bahwa ilmu itu bisa rusak karena telah terkontaminasi. Dinamika keilmuan dalam Islam, telah teracuni sebuah pandangan hidup. Sebuah worldview bukan Islam, yaitu cara manusia dalam memandang dan menyikapi apa yang terdapat dalam alam semesta dan realitas yang patokan dasar pemikirannya jauh dari Islam. Dari sinilah, perkembangan keilmuan Islam tidak saja mandeg, tapi bahkan tersungkur…

Telah terjadi sebuah confusion atau kebingungan ketika kita akan berbicara disiplin ilmu dalam Islam. Sebut sajalah ketika kita ingin memaksakan teori historisitas dalam penafsiran. Atau mengedepankan hikmah dan maqoshid dalam istinbath hukum fiqih. Pun juga kadang kita terjebak dalam perdebatan istilah psikologi, sains, ataupun humaniora saat ingin dipertemukan dengan keilmuan Islam. Sebut saja, saat kita bertanya, benarkah Islam dianggap tidak toleran karena tidak mengakui pluralisme? Atau ketika seorang gay berkata, Islam tidak mengakui fitrah penciptaan kaum gay, dan terlalu kolot dengan mengabaikan hak-hak mereka sebagai warga negara!

Di sinilah yang menurut Nurdin telah terjadi ambiguitas. Karenanya diperlukan sebuah cara pandang yang jernih. Dimana dengan cara pandang ini, kita akan mampu memetakan dan menyaring ambiguitas tersebut. Yaitu memetakan sebuah pemikiran antara interupsi dari Barat dan mana yang asli dari Islam.

Lantas, bagaimana cara kita mengurai/ mengidentifikasi sebuah pemikiran dari dua worldview yang berbeda itu? Sesungguhnya, apa sih yang membuat kita berbeda dalam cara pandang dengan Barat? Mengapa buah-buah pemikiran Barat, seringkali berbenturan dengan kita? Dan terakhir, apa asas utama kedua worldview ini?

Untuk lebih awalnya, temukan jawaban-jawaban dari pertanyaan di atas dalam makalah Nurdin Sarim, “Worldview Studi Komparatif Islam dan Barat”.

Bersambung…

2 comments:

  1. saya merasa menemukan urgensi oksidentalisme dari kajian dan pemaparan saudara2 sekalian.

    ReplyDelete
  2. kajian komparatif barat bagus dikaji ulang untuk wawasan intelektual
    mksh

    ReplyDelete