Thursday, October 22, 2009

Satu Ibadah Dua Niat, boleh ya?

Banyak pertanyaan seputar menggabung ibadah, misalnya puasa membayar hutang (qadla) Ramadhan digabungkan dengan puasa Syawal enam hari. Sahkah ibadah seperti ini?
Para fuqoha membahas hal tersebut tersebut dalam masalah at-tasyriik fin niyyah (mengkombinasikan niat). Imam Suyuthi dalam kitabnya al-Ashbah wan Nadlair menyebutkan bahwa menggabung dua ibadah terdapat beberapa kriteria:

Kriteria Pertama: Meniatkan satu ibadah dengan disertai niat lain yang bukan ibadah yang tidak boleh dimasukkan dalam ibadah tersebut, seperti menyembelih hewan ditujukan untuk Allah dan lainnya, ini bisa menyebabkan haramnya sembelihan tadi, apalagi kalau bertujuan syirik. Namun ada juga yang tidak membatalkan ibadah tadi, seperti berwudlu atau mandi namun dengan menyertakan niat mendinginkan badan. Alasannya, karena mendinginkan badan meskipun tanpa niat juga bisa dengan apa aja, apalagi cuma wudlu dan mandi, maka tidak mengurangi keikhlasan. Contoh lain masalah ini adalah puasa sunnah dengan tujuan pengobatan dan haji dengan tujuan berdagang. Ibnu Abdussalam mengatakan ibadah seperti itu tidak mendatangkan pahala, namun Imam Ghozali mengatakan dilihat dari mana niat yang lebih banyak, kalau yang lebih besar adalah niat karena Allah maka tetap dapat pahala.

 ":عن امير المؤمنين ابي حفص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال :سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول
 انما الاعمال بالنيات وانما لكل امرئ ما نوى. فمن كانت هجرته الى الله ورسوله فهجرته الى الله ورسوله ، ومن كانت هجرته لدنيا يصيبها او امراة ينكحها فهجرته الى ماهاجر اليه."

Artinya: Dari Amirul Mu’minin Abu Hafsah Umar bin Khattab r.a berkata, Aku mendengar bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya setiap perbuatan itu tergantung dengan niat, dan sesungguhnya setiap (perbuatan) manusia dilihat dari niatnya. Maka barangsiapa yang berhijrah dikarenakan Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya dikarenakan Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa yang berhijrah dikarenakan dunia dimana ia bertinggal ataupun wanita yang ia nikahi maka hijrahnya kepada apa yang ia maksud.”

Kriteria Kedua: Meniatkan satu ibadah dengan ibadah lain. Dalam hal ini terdapat beberapa bentuk, yaitu:

a) Menggabung ibadah fardlu dengan fardlu lain. Ini tidak sah kecuali beberapa masalah, yaitu haji qiran, dimana didalamnya digabung ibadah umrah wajib dan haji wajib. Contoh lain adalah mandi sambil menyelam dengan niat wudlu juga. Adapun menggabung sholat dhuhur dan ashar dalam satu amalan hukumnya tidak sah.

b) Menggabung ibadah fardlu dengan sunnah, ini ada yang sah dan ada yang tidak sah. Contoh yang sah adalah: Ketika masuk masjid dan jama’ah telah dimulai, kemudian kita niat sholat fardlu dan tahiyyatul masjid juga. Menurut mazhab Syafii keduanya sah dan mendapatkan pahala. Begitu juga seseorang yang mandi junub hari Jum'at, kemudian dia niat mandi wajib dan Jum'at sekaligus. Adapun contoh yang jadi adalah sunnahnya, seperti seseorang memberi uang kepada fakir miskin dengan niat zakat dan sedekah, maka yang sah sedekahnya, bukan zakatnya. Sedangkan Hanafi berpendapat zakatnyalah yang sah.
Ada juga contoh yang sah fardlunya, seperti orang haji berniat fardlu dan wajib, padahal dia belum pernah haji maka yang jadi wajibnya.

c) Menggabungkan dua ibadah sunnah sekaligus. Hukumnya menurut mayoritas ulama sah. Qaffal diriwayatkan mengatakan hukumnya tidak sah. Contohnya, orang masuk masjid dan sebentar lagi iqamah, lalu ia menggabung sholat qabliyah dan tahiyyatul masjid, ini sah menurut semua madzhab.

Madzhab Hanafi mengatakan boleh menggabung dua niat dalam satu ibadah, apabila ibadah itu termasuk ibadah perantara seperti mandi. Adapun dalam ibadah yang substansial, maka menggabung dua fardlu tidak boleh, seperti sholat empat waktu dengan niat dhuhur dan ashar.

Menggabung Qadla Ramadhan dan Sunnah Syawal

Permasalahan menggabung dua niat dalam satu ibadah juga berlaku bagi mereka yang ingin melakukan puasa qadla Ramadhan sambil melakukan sunnah Syawal. Apakah puasanya sah?

Masalah seperti ini dikenal disebut masalah at-Tasyrik fil 'ibadah, yaitu penggabungan dua ibadah dengan satu niat. Bagaimana cara menghukuminya? Kita perlu melihat secara keseluruhan, apakah penggabungan dua ibadah tersebut hanya dalam rangka wasilah (menyambung) ataupun bisa dikerjakan bersamaan tanpa menggugurkan salah satunya? Contohnya, mandi janabah dengan mandi sunnah untuk sholat Jum'at. Kedua hal tersebut bisa dikerjakan bersamaan, pertama untuk menghilangkan janabah, dan kedua ia mendapat pahala untuk thaharah sholat Jum'at. Contoh lain, yaitu dalam shalat dua raka'at pada saat memasuki masjid. Sahkah sholat seseorang apabila dia meniatkan dalam sholat tersebut, sunnah tahiyyatul masjid pada waktu sunnah rawatib maupun saat sholat fardlu, ataupun sebaliknya? Jika dia meniatkan salah satu saja, yaitu sunnah tahiyyatul masjid tanpa menyertakan niat fardlu di dalamnya, maka sahlah sholatnya. Tetapi jika ia menyertakan dalam sholatnya dua niat langsung, karena selain bukan wasilah, terdapat perbedaan faktor yang signifikan, maka hukum sholat tersebut tidak sah. Harus salah satu.

Lantas bagaimana dengan puasa sunah Syawwal yang dikerjakan bersamaan dengan puasa qadla' Ramadhan?

Diantara para Ulama sendiri masih terdapat perbedaan pendapat dalam masalah tersebut. Ada yang mengatakan puasa qadla yang sah, sedangkan puasa syawalnya tidak. Ada yang mengatakan yang sah puasa sunnahnya dan hutangnya belum gugur. Bahkan ada yang mengatakan tidak sah keduanya dan amalannya sia-sia.

Namun demikian, Imam Ramli, salah seorang ulama besar madzhab Syafii berfatwa ketika ditanyai oleh seseorang mengenai qadla Ramadhan di bulan Syawal sambil niat puasa enam hari bulan Syawal apakah sah? Beliau menjawab, gugur baginya hutang puasa dan kalau dia berniat juga sunnah syawal maka baginya pahala puasa sunnah tersebut. Imam Ramli mengatakan bahwa itu pendapat beberapa ulama kontemporer.

Akhirnya, bagi yang mampu dan kuat, maka sebaiknya niat itu satu-satu. Artinya kalau mampu, maka puasa qadla dulu baru melakukan sunnah syawal. Atau kalau kurang mampu, maka puasa syawal dulu karena waktunya pendek hanya sebulan, lalu mengqadla Ramadhan di bulan lain karena waktunya fleksibel selama setahun hingga Ramadhan berikutnya. (Kalau terlambat bisa terkena denda fidyah). Kalau merasa kurang mampu juga, maka baru bisa melirik pendapat imam Ramli tadi. Wallahu a'lam bisshowab.

No comments:

Post a Comment